top of page
Search

Klasifikasi dan Persyaratan Kesahihan Hadis di Kalangan Sunni dan Syi’ah

  • Misran
  • Dec 13, 2016
  • 5 min read

Dalam agama Islam ada dua jenis kitab rujukan yang diapakai sebagai seumber hukum yakni Al-Qur’an dan Hadis. Dalam tulisan ini, penulis hanya akan terfokus dalam pembahasan tentang rujukan Islam yang kedua yaitu Hadis. Hadis dijadikan sebagai rujukan dikarenakan Hadis merupakan perkataan, perbuatan dan juga perbuatan yang dilakukan oleh sahabat dan dibolehkan oleh Rasulullah Saw.

Hadis berisikan pedoman-pedoman dalam hal Akidah, Ibadah dan Muammalah. Tetapi tidak semua hadis dapat digunakan sebagai pedoman. Ada kriteria atau klasifikasi hadis yang bisa dijadikan rujukan sehinggah hadis tersebut dikatan shahih dan dapat dijadikan peoman. Keshahihan hadis merupakan syarat utama agar bisa diterima dan diaplikasikan.

Ulama hadis telah memberikan petunjuk kriteria keshahihan hadis yang bisa dijadikan hujjah. Kriteria tersebut sangat beragam, karena ulama hadis berbeda-beda dalam menetapkannya. Secara umum, ada dua kelompok dalam Islam yang menetapkan kriteria keshahihan hadis. Kedua kelompok tersebut adalah Sunni dan Syiah. Dalam kelompok Sunni, terdapat juga ragam pendapat tentang keshahihan hadis, begitu pula pada kelompok Syiah. Tulisan ini akan difokuskan pada bagaimana cara pengklasifikasian dan persyaratan shahih atau tidaknya suatu hadis dalam pandangan Sunni dan Syi’ah.

Hadis Dalam Pandangan Sunni dan Syi’ah

Di kalangan Sunni, hadis meliputi perkataan, perbuatan, , sifat, baik fisik dan akhlak, dan perilaku Nabi. Dari definisi hadis yang ditetapkan Sunni ini, memberikan batasan tentang segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad saw., sekaligus adanya anggapan bahwa wahyu telah terhenti setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. Dengan demikian apapun yang bersumber dari Nabi dapat dijadikan dasar hukum dan sekaligus sumber ajaran Islam. Sebaliknya apapun yang tidak bersumber langsung dari Nabi bukan termasuk hadis, dan karenanya tidak wajib diikuti dan tidak dapat dijadikan dasar hukum apalagi dijadikan sebagai sumber ajaran Islam. Dengan demikian sumber utama yang dapat mengeluarkan hadis menurut Sunni hanya Nabi Muhammad saw.

Sedangkan di kalangan Syi’ah Hadis adalah ucapan Rasulullah saw., para Imam maksum dan perbuatan serta taqrir (pengakuan) mereka. Kehujjahan (hujjiyah) perkataan dan perbuatan Rasulullah Saw. Telah menjadi kesepakatan diantara kaum muslim tanpa ada keraguan di dalamnya. Akan tetapi, berkaitan dengan kehujjahan riwayat dan sunnah para maksumin, harus dikatakan: mengingat dalam pandangan orang-orang Syiah, Para Imam maksum adalah khalifah dan pengganti Rasulullah Saw. Yang sesungguhnya, yang mereka itu mendapatkan karunia Ilahi, yaitu ilmu dan ‘ishmah (kemaksusman), maka sejak dahulu perkataan dan perbuatan mereka seperti seperti halnya perkataan dan perbuatan Rasulullah Saw. Dapat dijadikan syar’i dan menjadi rujukan dalam mengetahu akidah serta hukum-hukum syar’i bagi orang-orang Syiah.[1]

Dari definisi hadis di atas, memberi kesimpulan bahwa bagi Syi’ah, sumber hadis bukan hanya Nabi Muhammad, melainkan setiap imam yang juga dapat mengeluarkan hadis yang dapat dijadikan hujjah. Dengan demikian, Syi’ah juga mempunyai keyakinan tentang berlangsungnya wahyu pasca wafatnya Nabi Muhammad saw.[2]

Klasifikasi Hadis Dalam Pandangan Sunni

Dalam pandangan Ahlusunnah wall jama’ah pengklasifiksian hadis terdiri atas:

1. Hadis sahih

Hadis sahih adalah hadis yang bersambung sanad, dinukil oleh orang yang dhabit, ‘adil, tidak ada syadzdz, dan ‘illat.

2. Hadis hasan

Para ulama berpendapat bahwa hadis hasan ialah hadis yang tidak memenuhu syarat-syarat hadis sahih secara keseluruhan kerena periwayatan seluruhnya atau sebagiannya lebih sedikit kekuatan dhabit-nya dibanding sahihnya.

3. Hadis dhaif

Hadis daif adalaha hadis yang tidak mempunyai persyaratan hadis sahih atau hadis hasan, baik secara sanad maupun matan.

Kriteria Hadis Sahih dalam pandangan Sunni

Ta’rif para ulama menyatakan bahwa hadis sahih memiliki sekurang-kurangnya memilik lima persyaratan yaitu:

  1. Sanad hadis harus bersambung. Dengan demikian, tidak termsuk hadis sahih jika suatu hadis sanadnya terputus; baik sebagian maupun beberapa bagian dari generasi rawi.

  2. Rawi hadis harus orang adil, yaitu orang yang lurus agamanya, tidak bid’ah, jujur, dalam perkataan dan perbuatan, bersih dari kecelakaan yang sekiranya mengurangi harga dirinya sebagai rawi. Rawi yang fasik, bid’ah, dusta, dan tertuduh dusta merupakan contoh rawi yang cacat.

  3. Mampu memelihara hadis (dhabit). Rrawi hadis yang mempu memelihara hadis, baik catatan maupun catatan merupakan syarat mutlak yang tidak boleh diabaikan dalam menetuakan kesahihan hadis.

  4. Hadis itu sendiri tidak boleh bertentangan dengan hadis yang lebih kuat atau keterangan yang pasti seperti Al-Qur’an dan hadis mutawatir.

  5. Hadis tersebut harus selamat dari illah qadihah (amat cacat), yaitu suatu alasan-alasan yang mengakibatkan rawi itu tercacat.[3]

Klasifikasi Hadis dalam pandangan Syi’ah

Pengklasifikasian hadis tidak hanya terjadi di kalangan ulama Ahlussunnah wal jamaah namun juga dikenal di dalam pandangan Syia’ah. Dalam pengklsifikasian hadis dalam pandangan Syiah terjadi dua pendapat yaitu dari pendapat ulama mutaqaddimin yang membagi kualitas hadis atas dua jenis yakni hadis mu’tabar (muktabar) dan hadis ghair mu’tabar (tidak muktabar). Hadis mu’tabar adalaha hadis yang dinyatakan sahih yaitu dimana hadis ini didasarkan pada dua criteria yaitu 1. Kriteria internal seperti keakuratan riawayat, dan 2. Kriteria eksternal seperti kemuktabaran hadis yang dihubungkan dengan Zurarah, Muhammad ibn Muslim, dan Fudlail ibn Yasir. Jika hadis tidak emilik dua unsur diatas maka hadis itu dikatakan ghair mu’tabar (tidak mktabar) atau tidak bisa dikatakan sahih.[4]

Adapun dalam pandanga ulama muta’akkhirin membagikan klasifikasi hadis menjadi 4 jenis yakni: shahih(sahih), hasan (hasan), muwatsatsaiq(andal), dan dla’if (dhaif).

1. Hadis Sahih

Dalam pandangan Syiah, hadis dapat dinyatakan sahih apabila memiliki kriteria, salah satunya ialah sanadnya bersambung. Hampir sama dalam pandangan sunni bahwa hadis dikatakan sahih apabila sanadnya bersambung hanya saja yang membedakan yaitu dalam pandangan Sunni hadis dikatakan apabila sanadnya bersambung langsung dari Nabi Muhammad Saw, sedangkan dalam pandangan Syiah hadis adalah hadis yang bersambung sanadnya kepada Nabi Muhammad Saw dan Imam Ma’shum.

2. Hadis Hasan

Hadis hasan adalah hadis yang tidak sampai tingkatan sahih jadi hadis merupakan hadis yang bersambung sanadnya kepada Nabi dan Imam ma’shum dari periwayat adil, sifat keadilannya sesuai dalam semua atau sebagian para rawi dalam sanadnya.

3. Hadis muwatsatsaq

Yaitu hadis yang bersambung sanadnya kepada imam ma’shum denganorang yang dinyatakan tsiqah oleh para pengikut Syiah Imamiyah, namun ia rusak akidahnya.

4. Hadis Dha’if

Hadis dha’if adalah hadis yang tidak memenuhi salah satu unsur dari ketiga unsur diatas. Misalnya didalam sanadnya terdapat orang yang cacat sebab fasik, atau orang yang tidak diketahui kondisinya, atau orang yang lebih rendah dari itu, seperti orang yang memalsukan hadis.

Kriteria Hadi Sahih Dalam Pandangan Syiah

1. Sanadnya bersambung

Sanad yang bersambung dimaksud disini ialah periwayatannya bersambung kepada periwayat yang sebelumnya mulai dari awal sampai akhir.

2. Periwayatnya bersifat adil

Hasan ibn Zain al-Dîn, seorang ulama Syiah Imamiyah, mendefinisikan adil dengan “tabiat atau daya yang ada dalam diri seseorang yang dapat mencegah untuk melakukan perbuatan dosa besar dan dosa-dosa kecil ataupun sesuatu yang menghilangkan muruah.” Ja‘far al- Subhâniy, juga dari kalangan Syiah Imamiyah, mengartikan adil dengan “tabiat yang ada dalam diri seseorang yang mendorong untuk senatiasa berada dalam orbit ketakwaan, meninggalkan dosa besar ataupun dosa kecil, serta meninggalkan suatu perbuatan yang dapat menghilangkan muruah.”

3. Periwayat bersifat dhabit

Kalanagan Syiah Imamiyah mengartikan dhabit dengan “kuat hafalan” dan tidak pelupa dalam meriwayatkan hadis.

4. Sanad terhindar dari Syadz

5. Sanad terhindar dari ‘Illah.[5]

Kesimpulan

Klasifikasi hadis merupakan salah satu cara yang digukan dalam mengetahui apakah hadis itu layak atau tidak untuk dijadikan sebagai landasan. Pengklasifikasian hadis tidak hanya dikalangan Ahlusunnah wall jamaah akan tetapi juga dari kalangan Syiah. Pada dasarnya pengklasifikasian hadis dari kedua mazhab tersebut diatas tidak memiliki perbedaan yang signifikan hanya saja yang menjadi perbedaan yang cukup menarik perhatian yaitu tentang sumber hadis yang dijadikan rujukan oleh kedua mazhab tersebut. Dikalangan Ahlusunnah wall jamaah, sumber hadis hanya bersumber dari nabi Muhammad Saw., sedangkan dalam pandangan Syiah, sumber hadis tidak hanya bersumber dari nabi Muhammad Saw. Akan tetapi juga dari Imam Ma’shum.

Daftar Pustaka

[1] Dr. Majid Ma’arif, Sejarah Hadis, (Jakarta: Nur Al-Huda, 2012). hal. 277.

[2] https://www.academia.edu/18549105/Kajian_Hadis_Dalam_Pandangan_Sunni_dan_Syiah diakses 24 oktober 2016.

[3] KH. Prof. Dr. M. Abdurrahman dan Elan Sumarna, M.Ag,Metode Kritik Hadis, hal. 204-205

[4] Muhammad Nasir, Kriteria Keshahihan Hadis Perspektif Syiah, (Jurnal Farabi vol 12 nomor 1 juni: 2015), http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/fa

[5] Muhammad Nasir, Kriteria Keshahihan Hadis Perspektif Syiah, (Jurnal Farabi vol 12 nomor 1 juni: 2015), http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/fa

 
 
 

Comments


  • Facebook
  • Twitter
  • LinkedIn

©2016 by Educational Integration. Proudly created with Wix.com

bottom of page