ILMU-ILMU EMPIRIK
- Misran
- Jun 21, 2017
- 8 min read

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Di zaman modern ini, perkembangan ilmu pengatahuan dan teknologi sudah semakin berkembang. Banyak penemuan-penemuan baru yang telah dilahirkan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan sendiri menjadi sangat penting karena tanpanya tidak mungkin bagi peneliti dan ilmuan untuk bisa menciptakan hasil penemuan-penemuan baru.
Ilmu itu sendiri merupakan hasil usaha manusia dalam menciptakan suatu pemahaman baru dengan berbagai metode untuk bisa mencapai suatu kesimpulan terhadap suatu objek kajian yang diteliti. Saat ini, penelitian masih tetap terus dikembangkan sehingga dapat menciptakan ilmu-ilmu yang baru.
Dengan pesatnya ilmu pengetahuan bukan tanpa implikasi. Dengan perkembangan yang begitu pesat, maka terjadi perubahan baik itu yang terjadi di alam maupun fenomena sosial dimana hal ini mengakibatkan para ilmuwan terus melakukan penelitian untuk menyingkap fenomena-fenomena tersebut.
Fenomena alam yang sangat kompleks tidak mampu dikaji olah para ilmuwan sekaligus sehingga ilmuwan hanya akan meneliti satu persatu tentang fenomena yang terjadi baik fenomena alam maupun fenomena sosial. Hal inilah yang menjadi alasan timbulnya berbagai macam jenis disiplin ilmu. Dimana disiplin ilmu inilah yang kemudian mangkaji tentang fenomena-fenomena yang disebutkan diatas sesuai dengan disiplin ilmu tertentu.
Disiplin-disiplin ilmu tertentu yang mengkaji tentang fenomena alam dan sosial yang terjadi desebut sebagai ilmu-ilmu empirik yang juga merupakan hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan. Pada bagian awal diatas, perkembangan teknologi juga sangat berperan dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Teknologi menjadi sarana yang sangat penting dalam berbagai penelitian seperti halnya mikroskop yang digunakan dalam penelitian biologi atau kimia.
2. Tujuan
Untuk mengetahui pengertian ilmu.
2. Untuki mengtahui pengertian ilmu empirik.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis ilmu empirik.
4. Metode memperoleh ilmu empirik.
5. Kedudukan ilmu menurut Islam.
B. PEMBAHASAN
Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari kata bahasa Inggris science, yang berasal dari bahasa latin scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari atau mengetahui. Pertumbuhan selanjutnya, ilmu mengalami perluasan arti sehingga merujuk pada segenap pengetahuan sistematik.
Sedangkan menurut The Liang Gie dalam buku Surajiyo memberikan pengertian bahwa ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia.[1]
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa ilmu merupakan proses penelaahan yang dilakukan secara logis, sistematis, melalui penelitan dengan metode ilmiah yang hasilnya dapat dipertanggung jawabkan.[2] Ilmu sebagai aktivitas ilmiah dapat berwujud penelaahan (study), penyelidikan (inquiry), usaha menemukan (attempt to find) atau pencarian (research).[3] Oleh karena itu, pencarian biasanya dilakukan berulang kali, maka dalam dunia ilmu kini dipergunakan istilah research (penelitian) untuk aktivitas ilmiah yang paling berbobot guna menemukan pengetahuan baru.
Untuk memberikan gambaran mengenai perkembangan ilmu, dapat dikemukan contoh bahwa hingga abad ke-18 fisika masih dianggap sebagai “filsafat alam”. Demikian pula dengan sekarang yang dikenal sebagai ilmu ekonomi, dahulu disebut sebagi filsafat moral. Sejak pertengahan abad ke-19, fisika, kimia, biologi, disebut sebagai “ilmu kealamat” dan bukan dari bagian filsafat alam. Dalam perkembngan selanjutnya pada abad ke-20, fisika, kimia, biologi, psikologi, dan ilmu-ilmu sosial seperti ilmu ekonomi, ilmu pendidikan, sosiologi, ilmu hukum, serta ilmu politik telah dinyatakan sebagai “ilmu-ilmu empiris”.
2. Pengertian Ilmu Empirik
Membahas tentang ilmu empirik maka tidak bisa dilepaskan perhatian terhadap empirisme itu sendiri. Empirisme berpandangan bahwa pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan, baik pengalaman yang batiniah maupun yang lahiriah.[4] Pandangan ini juga berpendapat bahwa akal hanya mendapat tugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang diterpakan adalah metode induksi. Beberapa tokoh dari aliran empirisme ini diantaranya John Locke, David Hume, dan William James. David Hume bahkan memiliki pandangan yang sangat radikal dalam memahami tentang empirisme dimana ia menyatakan bahwa ide-ide dapat dikembalikan pada sensasi-sensasi (rangsangan indra).
Dari pandangan empirisme juga sangat berpengaruh terhadap lahirnya ilmu-ilmu empirik dikarenakan ilmu-ilmu empirik diperoleh melalui pendekatan-pendekatan berdasarkan pengalaman dengan melaksanakan berbagai macam metode-metode ilmiah dalam memperoleh pengetahuan yang baru. Dengan berjalannya proses penelitian-peneliatian ilmu maka sehingga memunculkan ilmu-ilmu baru yang dapat dimanfaatkan. Dalam perkembangannya, ilmu mengalami perjalanan yang bertahap sehingga pada akhirnya muncul yang disebut saat ini sebagai ilmu empirik. Dalam bukunya, Anna Poedjiani dan suwarma menyatakan bahwa hasil dari berkembang ilmu dari “filsafat alam” yang dikenal pada abad ke-18 yang meliputi fisika kemudian pada abad ke-19 ilmu tersebut disebut dengan “ilmu kealaman” yang meliputi fisika, biologi, dan kimia dan bukan lagi bagian dari fisafat alam dan pada fase perkembngan berikutnya disebut “ilmu-ilmu empiris” yang meliputi kajian tentang fisika, kimia, biologi, psikologi, dan ilmu-ilmu sosial seperti ilmu ekonomi, ilmu pendidikan, sosiologi, ilmu hukum, serta ilmu politik.[5]
Dari pengertiannya diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu empirik merupakan ilmu yang membahas tentang ilmu-ilmu kealaman seperti, fisika, kimia, biologi dan sebagainya serta ilmu-ilmu sosial seperti, sosiologi, ilmu-imu ekonomi, ilmu hukum dll.
3. Jenis-jenis ilmu empirik
Berdasarkan defenisi diatas, bisa ditelaah bahwa ilmu-ilmu empirik merupakan llmu yang mengkaji dan membahas tentang fenomena-fenomena baik yang terjadi di alam maupun gejala sosial yang terjadi di masyarakat sehingga ilmu empirik membahas tentang ilmu kealaman seperti fisika, kima, biologi dan sebagainya dan juga ilmu sosial seperti ilmu ekonomi, ilmu hukum, ilmu bahasa dan lain-lain. Secara lebih terperinci jenis-jenis ilmu empirik dibagi sebagai berikut:
a. Ilmu Kealaman
Sejarah telah menunjukkan bahwa pada mulanya yang dipejari oleh manusia hanyalah pengetahuan tentang alam, yakni lingkungan fisik individu yang ada diluar ataupun didalam diri manusia itu sendiri. Ilmu-ilmu kealaman mencakup ilmu-ilmu fisik (physical sciences) dan ilmu-ilmu biologi (biological sciences atau life sciences). Ilmu kealaman tersebut mencakup antara lain asntronomi, fisika, kimia, biologi, geofisika, minorolog, geografi, oseanografi, biokimia, mikrobiologi, biofisika, botani, zoology.
Selanjutnya pandangan sains (science) sebagai ilmu kealaman yaitu adalah sains merupakan sekelompok pengetahuan tentang objek atau fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penelitian para ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen menggunakan metode ilmiah. Objek dari fenomena alam tersebut yang berada dalam keteraturan dan mengikuti hukum-hukum Tuhan sebagai pencipta melibatkan konsep-konsep yang berkaitan. Disamping itu, hasil atau kesimpulan yang diperoleh para ilmuwan bersifat sementara.
Perlu juga diketahui bahwa pembagian sains dalam disiplin-disiplinnya terjadi karena keterbatasan kemampuan seseorang untuk memperlajari segala aspek dari fenomena alam secara mendalam.[6]
b. Ilmu Sosial
Pengetahuan tantang masyarakat dan tingkah laku timbul kemudian dalam perkembangannya pengetahuan ini juga dipelajari menggunakan langkah yang ilmiah pula. Dengan demikian pengetahuan tantang masyarakat dipandang sebagai ilmu juga.
Sebagai makhluk jasmani rohani, manusia memiliki berbagai macam kebutuhan yang pemenuhannya kebanyakan harus dilakukan bersama manusia yang lain secara kerjasama. Kebutuhan tersebut disampaing berupa kebutuhan biologis juga berwujud kebutuhan emosional antara lain kasih sayang, pengakuan, penghargaan, pengertian, rasa aman, dan aktualisasi diri. Sebagai makluk sosial manusia memiliki interelasi, interaksi dengan anggota lain dalam masyarakat. Hubungan yang kompleks antar individu dan kelompok dibahas dalam studi ilmu-ilmu sosial yang antara lain meliputi sosiologi, ekonomi, psiokologi, ilmu politik, antropologi budaya, sejarah, hukum, dan geografi.
Dalam mengembangkan ilmu-ilmu ini, dapat dilakukan penelitian dengan menggunakan eksperimen, tetapi tidak tidak diisyaratkan bahwa eksperimen harus dilakukan dikarenakan sulitnya mengontrol variable dala penelitian sosial. Untuk memperoleh data kuantitatif perlu digunakan statistik dengan berbagai persyaratan tertentu dan jumlah sampel yang besar.
Data kualitatif, di samping diperoleh dari observasi perlu digunakan angket atau wawancara. Misalnya, wawancara harus dilakukan terhadap responden yang mewakili kelompok masyarakat pengunjung puskesmas tertentu untuk mengetahui kualitas pelayanannya terhadap pasien. Dilain pihak, metode wawancara dan angket tidak dapat digunakan dalam penelitian bidang kimia atau fisika. [7]
4. Metode memperoleh ilmu empirik
Pendekatan atau metode merupakan cara seorang ilmuwan atau peneliti mendapatkan data saat sedang melakukan pengamatan. Lazimnya di dalam ilmu empiris seorang ilmuwan menggunakan pendekatan atau metode induktif. Metode induktif adalah sebuah metode yang digunakan dalam ilmu empiris yang mencoba menarik kesimpulan dari penalaran yang bersifat khusus untuk sampai pada penalaran yang umum sifatnya. Pada penalaran yang sifatnya khusus itu, seorang pengamat akan mengamati beberapa hal atau sesuatu yang memiliki ciri-ciri yang khusus.[8]
Sedangkan aristoteles mendefenisikan induksi sebagai proses peningkatan dari hal-hal yang bersifat individual kepada yang bersifat universal (a passage from individual to universal).[9] Secara formal penalaran induksi dapat diberikan contoh sebagai berikut:
Apel 1 keras dan hijau adalah masam.
Apel 2 keras dan hijau adalah masam
Semua apel keras dan hijau adalah masam.
Dari contoh induksi diatas, dapat diketahui bahwa ciri-ciri induksi yaitu, pertama, premis-premis dari induksi ialah preposisi empirik yang langsung kembali kepada suatu observasi indra atau proposisi dasar (basic statement). Kedua, konklusi penalaran induktif lebih luas daripada yang dinyatakan didalam premis-premisnya. Ketiga, meskipun konklusi induksi itu tidak mengikat, akan tetapi manusia yang normal akan menerimnaya, kecuali kalau ada alasan untuk menolaknya.[10]
Jadi metode induktif yang digunakan oleh para ilmuan atau peniliti dalam memperoleh ilmu-ilmu empirik yaitu dengan mengembangkan suatu ilmu pengetahuan dengan menjadikan objek-objek partikular menjadi lebih universal sehingga menghasilkan pengetahuan-pengetahuan baru.
5. Kedudukan Ilmu Menurut Islam
Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam , hal ini terlihat dari banyaknya ayat al-Qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulya disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu. Didalam Al qur’an , kata ilmu dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780 kali , ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari al-Qur’an sangat kental dengan nuansa nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dariagama Islam sebagamana dikemukakan oleh Dr Mahadi Ghulsyani sebagai berikut ;
Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu (sains), al-Quran dan al–Sunnah mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan Ilmu dan kearifan ,serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat tinggi. Allah swt berfirman dalam al-Qur’an yang artinya: Allah meninggikan beberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmupengetahuan). dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan
Ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan menjadi memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut Ilmu, dan Ilmu yang dimiliki seseorang akan membuat dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan Allah, sehingga akan tumbuh rasa kepada Allah bila melakukan hal-hal yang dilarangnya, hal ini sejalan dengan firman Allah: sesungguhnya yang takut kepada allah diantara hamba –hambanya hanyaklah ulama (orang berilmu).
Disamping ayat–ayat al-Qur’an yang memposisikan Ilmu dan orang berilmu sangat istimewa, al-Qur’an juga mendorong umat Islam untuk berdo’a agar ditambahi ilmu. dalam hubungan inilah konsep membaca, sebagai salah satu wahana menambah ilmu ,menjadi sangat penting,dan islam telah sejak awal menekeankan pentingnya membaca , sebagaimana terlihat dari firman Allah yang pertama diturunkan yaitu surat Al-Alaq yang artinya:
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan kamu dari segummpal darah. Bacalah,dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia ) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui.
Ayat –ayat tersebut, jelas merupakan sumber motivasi bagi umat Islam untuk tidak pernah berhenti menuntut ilmu, untuk terus membaca, sehingga posisi yang tinggi dihadapan Allah akan tetap terjaga, yang berarti juga rasa takut kepada Allah akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk melakukan amal shaleh, dengan demikian nampak bahwa keimanan yang dibarengi denga ilmu akan membuahkan amal ,sehingga Nurcholis Madjid menyebutkan bahwa keimanan dan amal perbuatan membentuk segi tiga pola hidup yang kukuh ini seolah menengahi antara iman dan amal .
Di samping ayat–ayat al-Qur’an, banyak juga hadis yang memberikan dorongan kuat untuk menuntut Ilmu antara lain hadis berikut::
Carilah ilmu walai sampai ke negri Cina ,karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagisetuap muslim’”(hadis riwayat Baihaqi).
Carilah ilmu walau sampai ke negeri cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim . sesungguhnya Malaikat akan meletakan sayapnya bagi penuntut ilmu karena rela atas apa yang dia tuntut “(hadist riwayat Ibnu Abdil Bar).
Dari hadist tersebut di atas , semakin jelas komitmen ajaran Islam pada ilmu ,dimana menuntut ilmu menduduki posisi fardhu (wajib) bagi umat islam tanpa mengenal batas wilayah.[11]
C. PENUTUP
Kesimpulan
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa ilmu merupakan proses penelaahan yang dilakukan secara logis, sistematis, melalui penelitan dengan metode ilmiah yang hasilnya dapat dipertanggung jawabkan. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka lahirlah suatau cabang ilmu yang disebut dengan ilmu empirik dimana ilmu ini mengakaji tentang berbagai fenomena alam yang disebut dengan ilmu kealaman yang mencakup biologi, kimia, fisika dan lainnaya. Selain menkaji tentang alam, ilmu ini juga mempelajari tentang gejala-gejala sosial yang meliputi ilmu ekonomi, bahasa, ilmu hukum, sosiologi dan sebagainya.
Adapun dalam memperoleh ilmu-ilmu empirik, para peneliti dan ilmuan menggunakan metode induktif dimana dalam melakukan proses pengambilan kesimpulan peneliti menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat partikular menuju hal-hal yang lebih bersifat umum.
Saran-Saran
Dengan terus berkembnagnya ilmu pengetahuan, maka dengan itu pula manusia akan terus berusaha untuk mencari tahu tentang segala fenomena yang terjadi baik di alam maupun fenomena sosial. Dengan alasan tersebutlah maka hendaknyalah kita sebagai akademisi terus memberikan sumbangsih dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan.
Daftar Pustaka
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2010
Suwarna, Anna Poedjiani, Filsafat Ilmu, Jakarta: Universitas Terbuka, 2009
Zaprulkan, Filsafat Ilmu Sebuah Analysis Kontemporer Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2015
http://globallavebookx.blogspot.sg/2013/07/pengertian-ilmu-empiris.html diakses 8 november 2016
http://www.duniaislam.org/18/01/2015/pengertian-ilmu-pengetahuan-dan-kedudukan-ilmu-menurut-islam/
[1] Drs. Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010). hal. 56.
[2] Anna Poedjiani dan Suwarna, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009). hal. 2.4.
[3] Drs. Surajiyo, Op.Cit. hal. 56
[4] Drs. Surajiyo, Ibid. hal. 33
[5] Anna Poedjiani dan Suwarna, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009). hal. 2.5.
[6] Anna Poedjiani dan Suwarna, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009). hal. 2.8.
[7] Anna Poedjiani dan Suwarna, Ibid, hal. 2.9
[8] http://globallavebookx.blogspot.sg/2013/07/pengertian-ilmu-empiris.html diakses 8 november 2016
[9] Dr. Zaprulkan, S.Sos.I, M.S.I, Filsafat Ilmu Sebuah Analysis Kontemporer (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2015). hal. 135
[10] Dr. Zaprulkan, S.Sos.I, M.S.I, Ibid. hal. 36
[11]http://www.duniaislam.org/18/01/2015/pengertian-ilmu-pengetahuan-dan-kedudukan-ilmu-menurut-islam/
Comments